Tidak ada yang ingin berevolusi


Saya menulis ini terinspirasi dari buku Richard Dawkins yang judulnya The Selfish Gene ketika membaca sampai bab 2: Replikator, Disana ada kata-kata begini, "...meskipun evolusi mungkin dianggap baik, khususnya karena kita adalah produknya, sesungguhnya tidak ada yang ingin berevolusi." Kata-kata ini menurut saya cukup menarik. Maksudnya kayak ada makna dibalik kalimat itu. Mengapa tidak ada yang ingin berevolusi? Lantas ketika itu saya langsung berpendapat dan ingin menuangkan pendapat saya dalam tulisan ini. Btw, bahasan evolusi adalah yang paling menarik daripada bahasan lain dalam biologi. Pernah saya diajar Pras (mantan tutor biologi zenius yang ngajarnya keren banget), dia mengatakan evolusi itu seperti "keystone" atau batu kunci di biologi. Jadi semua bahasan di biologi akan masuk akal jika dirunut dari evolusi. Sampai-sampai salah satu esai dari Theodosius Dobzhansky, ahli genetika dan evolusi, berjudul "Nothing in biology makes sense except in the light of evolution." yang artinya kurang lebih begini tidak ada dalam biologi yang masuk akal tanpa cahaya (pencerahan) dari evolusi (mungkin orang ini nge-fans banget sama evolusi :v).

Okay, menulis ulang kata-kata tadi. Meskipun evolusi dianggap baik, karena kita merupakan salah satu produknya, tetapi sesungguhnya tidak ada yang ingin berevolusi. Mengapa demikian? Jawabannya menurut saya adalah karena evolusi biasanya diawali dengan kejadian yang sangat revolusioner, yang artinya perubahan yang menyeluruh dan mendasar. Didalam konteks yang saya bahas adalah perubahan di seluruh permukaan bumi. Di planet biru kita ini. Menurut para ilmuwan, di bumi pernah ada lima kepunahan massal makhluk hidup. Ini yang saya maksud mengapa tidak ada yang ingin berevolusi (sebagai catatan mungkin yang dimaksud Richard Dawkins dalam bukunya bukan ini). Mengapa? Karena kita sendiri mungkin terseleksi oleh kepunahan tersebut. Dan pertanyaan mengapa setelah kepunahan justru gencar-gencarnya makhluk hidup berevolusi akan saya bahas di bawah nanti. Mari kita bahas dahulu lima kepunahan massal yang pernah terjadi.

Itu adalah gambar yang saya dapatkan dari mongabay.co.id
Bisa dilihat bahwa dari data persentase spesies yang punah sangat besar. Bahkan pada zaman Permian-Triassic mencapai 96% spesies laut yang punah. Jelas akan ada gap setelah kepunahan tersebut. Nah, kekosongan (gap) yang ditinggalkan setelah kepunahan massal akan diisi oleh spesies-spesies yang sintas disaat bencana besar yang ketika itu terjadi dan akan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Disitulah evolusi terjadi. Lingkungan setelah peristiwa itu jelas berbeda dengan sesudahnya. Maka dari itu jelas bentuk cara menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga berbeda. Bencana besar semacam alat seleksi alam, dimana yang mampu bertahan akan terus hidup dan berkembang biak melanjutkan gennya. Keturunannya. Survival of the fittest. Berbicara tentang kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang baru, teringat akan kutipan Charles Darwin, "it is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent, but the one most responsive to change." Jadi, bukanlah spesies yang terkuat maupun paling cerdas yang akan bertahan hidup, tetapi yang begitu responsif terhadap perubahan.

Mungkin contoh dari kasus ini adalah kepunahan dinosaurus. Kita mungkin sudah familiar dengan punahnya dinosaurus akibat dihantamnya bumi oleh asteroid. Namun, sebuah penelitian baru nampak membantahnya. Sebuah penelitian yang disebutkan oleh cnn indonesia  memaparkan dinosaurus diyakini mulai mati dan menuju kepunahan sekitar 40 juta tahun sebelum asteroid menyerang Bumi yang kemudian menghasilkan kawah Chicxulub di Peninsula Yucatan, Meksiko. Dari penelitian menunjukkan bahwa kondisi pada saat itu berubah buruk untuk dinosaurus (non-burung) yang tidak berevolusi menjadi burung. Masa ini merupakan zaman Cretaceous-Paleogene yang terjadi pada 66 juta tahun yang lalu. Disebutkan 75% spesies diseluruh dunia punah akibat kepunahan massal yang terjadi pada zaman ini. Dan dinosaurus non-burung sepenuhnya musnah. Zaman cretaceous adalah masa di mana kondisi geologis berubah secara ekstrem. Benar atau tidaknya hal ini, mungkin saya memaparkan hanya untuk memberikan contoh dari kutipan Darwin diatas tadi. Bahwa dinosaurus yang tidak berevolusi menjadi dinosaurus burung akan terseleksi, dan yang mampu menyesuaikan dengan lingkungan akan tetap eksis (berevolusi menjadi burung, misalnya). Ini adalah yang dimaksud bentuk dari responsif terhadap perubahan. Mungkin dibandingkan dinosaurus burung, dinosaurus non-burung lebih kuat. Tapi pada akhirnya yang responsif terhadap perubahanlah yang akan sintas.

Jadi kesimpulannya adalah mengapa tidak ada yang ingin berevolusi yaitu pertama, mungkin kita sendiri yang akan terseleksi. Kedua, sebenarnya evolusi juga disebabkan oleh mutasi-mutasi gen yang kebanyakan diantaranya malah merugikan. Namun mutasi selamanya tidak selalu berdampak buruk. Mungkin ada kejadian langka dimana mutasi tersebut sedikit sekali menguntungkan (dalam konteks pada kondisi lingkungan tertentu). Tapi mutasi yang sedikit menguntungkan tadi lama-lama akan terakumulasi dan dapat mengubah suatu spesies secara signifikan, Itulah salah satu proses dari evolusi--perubahan yang terjadi pada jangka waktu yang panjang.

Sebagai tambahan tentang masalah kepunahan, menurut para ilmuwan sekarang ini kita memasuki kepunahan ke-6. The Holocene Existence. Dan kepunahan ini dipercepat dengan ulah dari manusia. Contoh pendorong kepunahan massal yang akan mendatang adalah perubahan iklim, atau bahkan yang bisa memusnahkan mahkluk hidup di muka bumi, senjata nuklir. Terkait masalah perubahan iklim, yang mungkin dari sebagian kalian yang tidak peduli akan hal ini. Saya akan menggunakan kata-kata dari National Geographic. CLIMATE CHANGE IS REAL!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Smartphone Menurunkan Kapasitas Kognitif Otak